Monday, April 6, 2009

Matakuliah Filologi

Definisi Filologi
Bagi para cendekiawan yang berkecimpung di bidang ilmu humaniora, kata “filologi” bukanlah sebuah kata asing yang sama sekali belum pernah didengar. Kata “filologi” justru sangat akrab di telinga mereka karena bagaimana pun ilmu yang mereka geluti pasti ada hubungannya dengan “filologi”, entah ilmu itu menjadi ilmu bantu bagi “filologi” entah sebaliknya. Namun, apa sebenarnya “filologi” itu? Ada banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, yang jika disatukan kiranya akan saling melengkapi.

Menurut Kamus Istilah Filologi (Baroroh Baried, R. Amin Soedoro, R. Suhardi, Sawu, M. Syakir, Siti Chamamah Suratno: 1977), filologi merupakan ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraan-nya. Hal serupa diungkapkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa: 1988). Sementara itu dalam Leksikon Sastra (Suhendra Yusuf: 1995) dikatakan bahwa dalam cakupan yang luas filologi berarti seperti tersebut di atas, sedangkan dalam cakupan yang lebih sempit, filologi merupakan telaah naskah kuno untuk menentukan keaslian, bentuk autentik, dan makna yang terkandung di dalam naskah itu.

Tidak jauh berbeda dari definisi-definisi di atas Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu-Zain) (J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain: 1994) menekankan bahwa filologi meneliti dan membahas naskah-naskah lama sebagai hasil karya sastra untuk mengetahui bahasa, sastra, dan budaya bangsa melalui tulisan dalam naskah itu. Sementara W.J.S. Poerwadarminta (1982) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia lebih menekankan bahwa filologi mempelajari kebudayaan manusia terutama dengan menelaah karya sastra atau sumber-sumber tertulis.

Sebagai bukti bahwa ilmu lain pun menaruh perhatian terhadap filologi atau bahkan memerlukan filologi, Koentjaraningrat, dkk. (1984) dalam Kamus Istilah Antropologi mengungkapkan filologi sebagai ilmu yang mempelajari bahasa kesusastraan dan sejarah moral dan intelektual dengan menggunakan naskah kuno sebagai sumber.

Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1986) dalam Pemandu di Dunia Sastra mengungkapkan asal kata filologi, yaitu “philos” dan “logos” yang berarti cinta terhadap kata. Sementara itu tugas seorang filolog adalah membanding-bandingkan naskah-naskah kuno untuk melacak versi yang asli, lalu menerbitkannya dengan catatan kritis.

Webster’s New Collegiate Dictionary (1953) mendefinisi-kan filologi ke dalam tiga hal, yaitu:
cinta pengetahuan atau cinta sastra, yaitu studi sastra, dalam arti luas termasuk etimologi, tata bahasa, kritik, sejarah sastra dan linguistik; ilmu linguistik; studi tentang budaya orang-orang beradab sebagaimana dinyatakan dalam bahasa, sastra, dan religi mereka, termasuk studi bahasa dan perbandingannya dengan bahasa serumpun, studi tata bahasa, etimologi, fonologi, morfologi, semantik, kritik teks, dll.

Berbeda dengan kamus yang lain, Dictionary of World Literature (Joseph T. Shipley, ed.: 1962) memuat definisi filologi secara panjang lebar. Dalam kamus ini dijelaskan asal kata filologi dan orang-orang yang pertama kali menggunakan kata itu. Di samping itu dijelaskan pula perkembangan ilmu filologi di beberapa tempat. Misalnya pada abad ke-19 istilah filologi di Inggris selalu berhubungan dengan ilmu linguistik. Filologi juga termasuk dalam teori sastra dan sejarah sastra. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa kritik sastra tidak mungkin ada tanpa filologi.

Jika setiap definisi tersebut kita cermati lebih lanjut, setidak-tidaknya sebagian kecil dari masing-masing definisi ada yang sama. Setiap definisi menggolongkan filologi sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan. Filologi berhubungan erat dengan bahasa, sastra, dan budaya. Filologi menelaah bahasa, sastra, dan budaya itu dengan bersumber pada naskah-naskah kuno. Dari naskah-naskah kuno itu dapat diketahui pula perkembangan bahasa, sastra, budaya, moral, dan intelektual suatu bangsa.
(D.C. Adji-BorneoUniv)

No comments: